SEPINTAS TENTANG DUNIA PELAUT ***Batak Version***

Iklan Semua Halaman

SEPINTAS TENTANG DUNIA PELAUT ***Batak Version***

Ananta Gultom
24.8.12

Nenek moyangku, orang Pelaut, gemar mengarung, luas samudra, bla…bla..bla…

Tanpa kita sadari lagu tadi sudah kita kenal masa kita kecil dan sebenarnya kecintaan akan laut sudah ditanamkan.

Permasalahannya pelaut dimata kita lebih banyak segi negatifnya daripada pekerjaan lain yang lebih bergengsi dan prestise.

Di keluarga batak sendiri bagaimana pandangannya mengenai pelaut?

Anda tahu sendiri dan jangan coba-coba punya cita-cita menjadi pelaut, Anda pasti akan ditentang habis-habisan kecuali tidak ada pilihan lain, kasian deh loe!


" Yang nenek moyangnya orang pelaut bukan orang Batak ..amang.., Ompung kita itu Raja, bukan Pelaut, yang pelaut itu kalo tidak salah ..maaf .orang Minang, kalau tidak salah namanya Pak Malin Kundang, anak durhaka, bukan kita amang...!" 

Hayoo.. mau jawab apa? kalau mama kita tersayang sudah bilang begitu? Kau harus jadi Doktor amang.. (dasar orang Batak, maksudnya dokter kalee, kalau Doktor itu kan S3 mak..!)


"Whateverlah, kata mama saya...???" 

Nah, cerita diatas itu merupakan satu ilustrasi mengenai pelaut di kalangan keluarga Batak.

Kenapa??? yaa.. karena kurangnya informasi yang jelas mengenai dunia kepelautan, padahal kalau mau gagah-gagahan pelaut yang akademik sudah banyak yang punya gelar seperti misalnya Capt.Drs.Parlindungan Siahaan MM, Direktur STIP Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran.

Ijasahnyapun standard Internasional, diakui di seluruh dunia apalagi kalau alumni STIP menikah, lengkap dengan Baju PDU putih putihnya plus pasukan pengiring dari Taruna dengan pedang Pora nya membuat acara yang khusus dan megah.





Apa yang membedakan profesi Pelaut dengan profesi non Pelaut?


Kalau profesi non pelaut umumnya berangkat/masuk kantor jam 8 pagi dan pulang nya jam 5 sore pada hari yang sama, tetapi kalau pelaut, jam berangkatnya sama tapi pulang kantor nya ooppsss.. jam 5 sore tahun depan!!!!

Kapan ikut acara-acara adat di keluarga kalau begini?

Saya jadi ingat, waktu punya anak buah orang Filipina menyanyikan lagunya Rod Stewart yang terkenal I am Sailing yang diplesetkan jadi " I am Sailing..Mamma Shifting..."


Waaahh..jadi tambah runyam mikirin istri dirumah lagi ngapain ya?

Betul kalau begitu kata mama aku, bagus jadi Doktor.



Apalagi kalau jaman dulu belum ada sarana komunikasi yang canggih seperti sekarang/Internet dlsbnya. Habis dollar awak buat telpon international call, apalagi surat dari keluarga selalu terlambat diterima di kapal.

Ada lagi cerita pelaut kita yang rajin ngejar dollar, sampai 3 tahun tidak pulang-pulang berlayar buat memperindah kuburan orang tuanya dikampung halaman.





Pulang berlayar, sang anak yang tidak pernah dilihat sejak lahir, panggil Oom saat tiba dirumah, perlu adaptasi yang lama untuk panggil Bapa/Papa/Papi dan masih banyak lagi cerita dukanya pelaut.

Apalagi kalau gosip yang berhubungan dengan masalah wanita. Soalnya pelaut Indonesia punya semboyan Nauyanam Avasyabhavi, Jivanam Anavasyabhahi yang artinya Jaya di laut, buaya di darat?? eh ..sorry..salah. Jaya di Laut, Jaya di Darat.

Padahal kalau dipikir-pikir, orang yang kerja di darat lebih banyak punya kesempatan untuk punya WIL( Wanita Idaman Lain) daripada pelaut yang punya kesempatan mendarat dalam hitungan hari.

Kira-kira demikian pendahuluan sepintas mengenai Pelaut terutama di kalangan keluarga Batak.


Pendidikan Akademis Pelaut dan Hirarki di Kapal 

Beberapa tahun setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1957 presiden RI pertama, Soekarno, meresmikan Akademi Pelayaran Indonesia /AIP sebagai wadah pendidikan pelaut/pelayaran secara akademis. 




Masa pendidikannya pada awal pertama adalah selama 3 tahun, sama dengan pendidikan Akademi lainnya setingkat dengan sarjana muda pada masa itu. Pendidikan dihabiskan selama 2 tahun di kampus/asrama dan 1 tahun penuh di kapal-kapal niaga pelayaran samudra.

Pendidikan di AIP menggunakan gaya semi militer, karena memang taruna-taruna AIP adalah merupakan perwira cadangan angkatan laut.

Sejak didirikan sampai kira-kira tahun 1985, hampir semua lulusan AIP terkena wajib militer dan bertugas di kapal-kapal perang RI dengan pangkat perwira muda Letda Angkatan Laut.

Begitu juga pada awalnya semua taruna AIP mendapat ikatan dinas untuk menutupi kurangnya perwira laut pelayaran niaga Indonesia, yang dahulu sebagian besar masih di nakhodai oleh perwira laut Belanda. 


Pendidikan pelayaran di AIP banyak dipengaruhi oleh sistim pendidikan Akademi Pelayaran Belanda maupun Kingspoint Academy US Amerika, karena memang hampir tiap tahunnya sebagian Taruna pilihan serta para pendidik di kirim ke luar negeri untuk tugas belajar.

Hingga dekade 70-80an menyusul berdirinya beberapa Pendidikan Pelayaran Negeri di Semarang dan Makassar dengan nama Balai Pendidikan dan Latihan Pelayaran sebagai Crash Program memenuhi kebutuhan perwira pelayaran niaga di Indonesia.

Masa kejayaan pelaut Indonesia mulai sirna sejak musibah besar nasional terjadi pada tahun 1980 dengan tenggelamnya kapal KM.Tampomas 2, yang mungkin sudah tidak asing lagi bagi masyarakan Sumatra Utara, karena memang kapal tersebut sering melayani pelayaran Belawan-Jakarta. 





Menyusul pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan Scrapping/Pembesi tua-an kapal-kapal yang, kalau tidak salah, berumur lebih dari 20 tahun, dampaknya perusahaan pelayaran nasional banyak yang gulung tikar dan tidak tertampungnya lulusan pelaut di tiga pendidikan akademi disamping Akademi dan sekolah pelayaran swasta yang lainnya.

Kebetulan saya juga merasakan masa-masa bingung saat-saat itu, karena saya sempat juga mengganggur setelah lulus karena tidak ada lagi lowongan di kapal-kapal, padahal sebelumnya kita dikejar-kejar oleh perusahaan dalam dan luar negeri, ironissss....

Pada akhirnya dunia pelayaran di Indonesia mengakhiri masa krisisnya pada awal-awal tahun 90-an hingga sekarang.

Sejak tahun 98-99 Indonesia sudah mempunyai Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran setara sarjana dengan beban studi 160 sks dengan gelar S.Si.T (Sarjana Sain Terapan).





Welleehhh boleh juga nih buat pasang gelar di undangan perkawinan, kujamin ... mamaku pasti bangga?

Jadi lulusan STIP boleh melanjutkan program S2 dan seterusnya disamping ijasah keahlian lainnya yang kalau dijumlahkan kurang lebih ada 10 sertifikat dan berstandard International karena memang sekarang seluruh Taruna di STIP wajib menggunakan bahasa Inggris.

Kemudian pasti timbul pertanyaan dari anda, kok lulusan STIP tidak jadi Captain? 


Nah, kalau pertanyaan yang ini ada sambungannya lagi...,masih berminat? tunggu deh episode selanjutnya atau .... to be a doctor azaa dech Mak !!!!


This album has 1 photo and will be available on SkyDrive until 22/11/2012.


Article by : Ananta Gultom 24