Bagi sebagian orang menganggap sangat perlu Bangsa ini mengadakan Revolusi Mental, bahkan pimpinan negeri ini sendiri mengajak dan menegaskan bahwa untuk memperbaiki negeri ini perlu diawali Revolusi Mental bangsanya.
Sebenarnya tidak ada masalah dengan Mental bangsa ini, sehingga dikatakan sangat perlu untuk diadakan Revolusi. Mental Bangsa ini sama dengan Mental bangsa bangsa lain di muka bumi ini, bahkan boleh dikatakan Mental Bangsa ini masih berada diatas Mental bangsa bangsa lainnya.
Perang Kemerdekaan yang panjang, yang melelahkan dan memerlukan pengorbanan yang sangat besar sampai akhirnya menghasilkan sebuah Proklamasi Kemerdekaan adalah buah daripada Mental yang sangat kuat dari bangsa ini.
Kita lihat akhir akhir ini, banyak kasus korupsi yang melibatkan banyak pejabat negara, mereka dengan "tegar" menghadapinya, dihadapan sorot kamera televisi mereka masih dapat berbicara lantang, seolah tidak ada malunya untuk melakukan kejahatan itu. Mereka mempunyai Mental yang sangat kuat untuk berhadapan dengan sebuah pengadilan.
Lalu apa gunanya untuk mengajak Bangsa ini untuk beRevolusi Mental ?
Tingkah laku manusia dapat berubah dalam hitungan menit dan hitungan jam.
Lima menit yang lalu dia berteriak teriak dikeramaian pasar, pada waktu ibadah sholat zhuhur ia tertib berada di Mesjid. Sebelum sholat dia berwudhu, ia sholat mengikuti Imam dan menghadap Kiblat. Lima menit kemudian dia kembali lagi dikeramaian pasar berteriak teriak menjajakan dagangannya.
Tiga puluh menit yang lalu dia masih berada di pulau Batam, dengan segala tingkah polah yang dia kerjakan, membuang sampah, puntung rokok, merokok seenaknya, mengunyah permen karet dan membuang seenaknya.
Tiga puluh menit kemudian dia menginjakkan kaki menyeberang ke Negeri tetangga, lalu apa yang ia lakukan? Tingkah polah yang dia lakukan sebelum itu di pulau Batam tidak tampak sama sekali.
Tiga puluh menit kemudian dia kembali ke pulau Batam, dia kembali seperti tingkah polahnya seperti sebelum menyeberang ke Negeri tetangga. Apakah mentalnya berubah? Apakah mentalnya sudah beRevolusinya?
Jadi apa yang diinginkan untuk meRevolusi Mental bangsa ini sangat tidak masuk akal.
Pertanyaan yang harus dijawab adalah, mengapa di dalam Mesjid seseorang bisa tertib, mengapa di Negeri tetangga seseorang bisa tertib?
Jawabnya adalah "Aturan" atau "Hukum".
Hukumlah yang harus diRevolusi secara total, bukan Mental yang harus diRevolusi. Hukum harus segera diRevolusi sehingga dapat memancar ke segala sendi kehidupan.
Kalau hukum sudah beRevolusi, dan sudah menyentuh segala lini kehidupan, Mental akan beRotasi mengikuti arah hukum yang benar benar mengikat dan memaksa.
Carut marut masalah hukum yang terjadi di negeri ini sering kita dengar.
Dimana seorang nenek dibawa ke pengadilan karena dituduh mencuri buah semangka, ada lagi seorang nenek yang dituduh mencuri kayu bakar di hutan.
Kalau ditanya alasannya, bahwa semua warga negara sama kedudukannya dalam hukum.
Negara Indonesia adalah negara hukum, slogan ini bahkan sering kita dengar yang dikumandangkan oleh para ahli hukum negeri ini.
Bahkan ada yang menakut nakuti, mengancam ; "awas jangan salah ucap, nanti saya tuntut berdasarkan hukum" seolah hukum ini hanya miliknya orang yang ahli hukum dan orang lain tidak boleh berpendapat.
Nurani hukum juga tidak dimiliki oleh ahli hukum, dengan alasan menegakkan hukum, menentang nuraninya sendiri.
Kalau ada seorang nenek yang dituduh mencuri kayu bakar, dan sampai di pengadilan, Jelas yang salah adalah Hakimnya, Jaksanya, Mengapa? lagi lagi Nurani yang bicara..
Berapakah harga sepotong kayu bakar?
Ruang pengadilan itu memerlukan pendingin ruangan, memerlukan penerangan, memerlukan pengeras suara, air minum dan sebagainya yang semuanya menjadi tanggungan negara. Tidak sebanding dengan harga sepotong kayu bakar.
Mereka yang hadir di persidangan, meninggalkan pekerjaannya, jalan disekitar pengadilan macet, belum lagi massa yang pro dan kontra beradu phisik.
Berapa kerugian untuk mengadili kasus begini, apakah para hakim terpikir kesana? Apakah masih terpikir alasan menegakkan hukum.??
Masih pantaskah disebut sebagai penegak hukum???
Bukan untuk menerapkan "hukum Islam" di negeri ini, tapi sekedar sebagai perbandingan bagaimana kita memperbaiki hukum di negeri ini.
Sebagai contoh aturan berhaji. seseorang yang telah berpakaian Ihram dikenakan aturan antara lain sebagai berikut :
1. Dengan sengaja memotong kuku, hukumannya membayar dam seekor kambing dan berpuasa 3 hari.
2. Dengan sengaja memotong rambut, hukumannya membayar dam seekor kambing dan berpuasa 3 hari.
Dilihat dari perbuatan dan hukuman, terasa sekali bahwa hukuman akan lebih berat dari pelanggaran itu sendiri, bagaimana tidak hanya seujung kuku, hanya seujung rambut yang terpotong hukumannya sangat berat.
Seseorang yang berhaji, walaupun dia berkemampuan untuk membayar dam dan berpuasa tentu tidak akan menyengajakan diri untuk melanggar aturan tersebut.
Bandingkan dengan "hukum" yang berlaku di "negara hukum" ini seseorang sudah dapat mengkalkulasi, memperkirakan atau menghitung untung rugi melakukan perbuatan pelanggaran hukum. tidak ada keengganan untuk mematuhi hukum, bahkan lebih baik melanggar daripada mematuhi hukum.
Mengapa demikian, karena hukum yang berlaku di negeri ini masih bisa diutak atik sehingga dapat memperingan seseorang pelanggar hukum, atau bahkan bisa juga dapat membebaskannya dari jeratan hukum. Dan ironisnya pelakunya adalah "ahli" hukum itu sendiri.
Benar kata seorang pengamen jalanan dalam puisinya...
...Di Arab Koruptor dipotong tangannya...
...Di China Koruptor dipotong lehernya...
...Di Negeri ini Koruptor dipotong masa tahanannya...
Sekarang apakah kita masih menginginkan untuk "Revolusi Mental"??
Tunjukkan bagaimana caranya meRevolusi Mental itu..
Tunjukkan....!!!
(Penulis : Capt. R. Jumadi M.Mar)