Profesi Pelaut Dan Kode Etik, Pentingkah ?

Iklan Semua Halaman

Profesi Pelaut Dan Kode Etik, Pentingkah ?

Ananta Gultom
1.8.19

Jakarta, eMaritim.com - Kode etik profesi tenaga ahli merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tenaga ahli terkait dengan kesamaan latar belakang disiplin ilmu yang sama.

Kode etik dapat dikatakan termasuk dalam norma sosial, dimana kode etik umumnya mengandung sanksi dalam kategori norma hukum yang didasari kesusilaan.

Dapat juga Kode Etik diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan/praktik bagi kalangan tenaga ahli.

Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku dan berbudaya. Tujuan secara umum kode etik adalah agar profesionalisme tenaga ahli memberikan jasa sebaik-baiknya kepada masyarakat pengguna jasa.

Adanya kode etik akan memagari perbuatan yang tidak profesional antara lain yang kita semua kenal dengan istilah MAL PRAKTEK.

Prinsip-Prinsip Etika Profesi tenaga ahli

Dalam menjalankan praktik profesi tenaga ahli, seseorang perlu memiliki dasar-dasar yang perlu diperhatikan, diantaranya :

Prinsip Tanggung Jawab. Seorang yang memiliki profesi tenaga ahli dituntut harus mampu bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan dari profesi tersebut, khususnya bagi orang-orang di sekitarnya.

Prinsip Keadilan. Prinsip ini menuntut agar seseorang mampu menjalankan profesinya tanpa merugikan orang lain, khususnya orang yang berkaitan dengan profesi tersebut.
Prinsip Otonomi.

Prinsip ini didasari dari kebutuhan seorang profesional tenaga ahli untuk diberikan kebebasan sepenuhnya untuk menjalankan profesinya.

Prinsip Integritas Moral. Seorang profesional juga dituntut untuk memiliki komitmen pribadi untuk menjaga kepentingan profesinya, dirinya, dan masyarakat.

Bagaimana dengan Prinsip-Prinsip Etika Profesi Pelaut sebagai tenaga ahli di bidang Maritim?

Pelaut bila merunut pada pakem Konvensi International Maritime Organization (IMO) yang teruang dalam STCW, memiliki kekhususan yang unik dibandingkan dengan profesi-profesi sebelah.

Mengapa dikatakan unik? Karena tegas dalam STCW, Pelaut yang dibakukan memakai istilah keren dimunculkan dalam bahasa Inggris dengan terminology SEAFARER itu, berdasarkan tingkatan tanggung jawab posisi jabatan diatas kapal, maka dikategorikan dalam 3 tingkatan, yaitu:

1.      Managerial Level.
2.      Operasional Level..
3.      Support Level.

Itu aturan pembakuan SDM Pelaut yang sudah fitrahnya demikian, dibakukan dan disepakati seluruh dunia, terutama seluruh Negara-negara anggota IMO yang telah meratifikasi konvensi-konvensi IMO.

Dalam 3 tingkatan yang sudah dibakukan, dapat disimpulkan dengan 2 kriteria pelaut berdasarkan keabsahan sertifikat Pelaut yang dibakukan IMO, yaitu:

1.      Pelaut Tenaga ahli, dimana proses mendapatkan sertifikatnya melalui PENDIDIKAN yang panjang ditambah harus melalui PELATIHAN-PELATIHAN singkat kepelautan, dan diakhir proses dibuktikan dengan kepemilikan COC sebagai bukti kualifikasi TENAGA AHLI plus COP sebagai bukti telah melampaui pelatihan TENAGA TERAMPIL.

2.      Pelaut Tenaga Terampil, dimana proses mendapatkan sertifikatnya cukup melalui PELATIHAN-PELATIHAN singkat kepelautan, dan diakhir proses dibuktikan dengan COP sebagai bukti telah melampaui pealtihan TENAGA TERAMPIL.

Dikatakan Unik sebagai profesi, karena ketiga tingkat tanggung jawab sebagai profesi, dalam pelaksanaan praktek pekerjaan di lapangan, tidak bisa berdiri sendiri-sendiri dan harus saling mendukung.

Dari penjelasan singkat diatas itu jugalah maka pelaut (SEAFARER) sangat kuat dikategorikan sebagai profesi yang LEX SPESIALIS.

Nah, bagaimana dengan pertanyaan terkait dengan Prinsip-Prinsip Etika Profesi Pelaut sebagai tenaga ahli di bidang Maritim?

Dapat dikatakan bahwa di tingkat Internasional sejauh ini belum ada pihak yang merintis melahirkan kode etik pelaut.

Namun, perlu dicatat bahwa sebenarnya IKPPNI sebagai komunitas pelaut tingkat tenaga ahli maritime, telah menggagas dan melahirkan kode etik profesi Perwia Pelayaran Niaga (PPN) sejak tahun 2011 dan telah dibakukan pada tahun 2012 dalam website IKPPNI : www.ikppni.org

Tujuh tahun kemudian yaitu ditahun ini (2019), baru pihak Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (DJPL) sebagai instansi pemerintah induk pelaut, baru mengangkat masalah bahwa terindikasi tidak adanya keberadaan KODE ETIK pelaut.

IKPPNI kemudian memberikan informasi kepada pihak yang memiliki kewenangan dan mengangkat masalah yang ada lalu mengklarifikasi bahwa kami sebagai komunitas praktisi tenaga ahli maritime telah membuat pembakuan kode etik.

Akhirnya pihak DJPL memahami masalah yang ada dan secara positif menerima kerangka kode etik yang telah ada untuk dikembangkan untuk pemberlakuan yang lebih generic dapat berlku umum bagi seluruh tingkatan pelaut (Baik tingkat pemegang COC maupun tingkat pemegang COP).

Sejak Maret 2019 IKPPNI bersama organisasi pelaut lainnya dibawah koordinasi DJPL mencoba bekerja memformulasikan kode etik yang paling mendekati ideal untuk diterapkan. Kinerja tim kode etik yang terbentuk agak terhambat dikarenakan terselingi adanya PILPRES dan belum mulai efektif bekerja lagi hingga kini.

IKPPNI masih dalam semangat penuh untuk menuntaskan keberadaan KODE ETIK pelaut, dengan alasan yang sangat mendasar, antara lain:

1.      Kode etik yang digagas adalah merupakan suatu terobosan bagi NKRI sebagai Negara maritim untuk melengkapi kebutuhan profesi maritim, dimana Negara lain belum memikirkan hal demikian.

2.      Kode etik adalah kebutuhan dasar sebagai pagar bagi setiap kesinambungan profesi dalam menjalankan praktik profesi untuk menjamin mutu pelayanan jasa profesi.

Catatan IKPPNI:
Kode etik setelah lahir dan disepakati bukan target akhir dari perjalanan perjuangan profesi maritim. Karena IKPPNI sudah mengingatkan pihak DJPL juga bahwa masih ada 1 langkah penting yang harus juga dilahirkan untuk melindungi hak- hak dan kewajiban profesi saat menjalankan fungsi profesi, dimana harus tertuang dalam bentuk Undang-Undang Perlindungan Profesi Pelaut yang mumpuni. 

Hal demikian adalah hal kewajaran yang dituntut IKPPNI kepada Negara, dimana profesi-profesi tetangga sebelah telah difasilitasi dengan undang-undang yang sama.

Dan IKPPNI sudah sejak tahun 2017 secara pro-aktif membuat kerangka undang-undang dimaksud, hingga dapat mempermudah pihak DJPL tidak perlu memikirkan bentuk rancang ndang-undang dari awal.

Demikian ulasan singkat terkait keberadaan KODE ETIK PELAUT dengan proses yang masih berjalan dan dupayakan tuntas menjelang akhir tahun 2019.


Jakarta, 1 Agustus 2019.

Salaam Bahariwan,
Capt.Dwiyono Soeyono 24
Ketua Umum IKPPNI

Whatsapp contact: https://api.whatsapp.com/send?phone=628111663324
Ilustrasi gambar: 1972: Captain Guido James Willis, RAN, on the bridge of his ship, HMAS MELBOURNE [II]